Ujian tengah semester (UTS) sudah usai, saat ini di sekolahku banyak diisi dengan berbagai kegiatan classmeeting dan extra kulikuler, ada hal yang sangat menarik perhatian Olive, saat Olive terlibat dalam kepanityaan lomba pidato yang diadakan kemarin di sekolah kami, karena sekolah kami merupakan yayasan pendidikan Kristen Jawa Barat (BPK Penabur Jabar) pastinya terdiri atas pendidikan dasar (SD) hingga pendidikan menengah (SMP dan SMA), lomba pidato ini adalah lomba pidato gabungan dari semua level pendidikan itu, hadiahnya pun sangat menarik, mulai dari trophy, piala dan tabungan beasiswa, semua disiapkan oleh pihak yayasan.
Saat lomba berlangsung kemarin, hampirr semua peserta lomba menampilkan ketrampilannya yang sangat memukau semua penonton yang hadir, bagus bagus deh…, sampai sampai tim juri sepertinya kewalahan harus memilih yang mana yang patut menjadi juaranya.
Olive selaku panitya sangat kagum dengan semua penampilan peserta, sangat kreatif, innovatif dan banyak lagi keistimewaan lainnya dari semua peserta lomba ini.
Tapi ada sebuah peristiwa yang sangat memberikan pengalaman dan tauladan buat kita semua yang hadir diperlombaan ini, dan semua berdecak kagum atas sebuah prestasi yang diraih dari salah satu peserta cilik, yang mewakili dari kategori pendidikan dasar (SD), namanya adik Nayshilla, dia senang menyebut dirinya sebagai sebutan Nay, ya…kita semua sudah mendapat pelajaran berharga darinya, walau masih termasuk anak kecil (usia SD, adik Nay ini berusia 9 tahun) namun pemahaman tentang arti lomba ini, mempunyai makna tersendiri bagi adik Nay ini.
Para pembaca Kompasiana yang budiman, mau tahu…, apa pelajaran dan ketauladanan yang didapat dari penampilan adik Nayshilla atau adik Nay ini ?.
Begini kisahnya;
Tiba pada gilirannya adik Nayshilla ini naik ke mimbar untuk membawakan pidatonya, dengan langkah yang tenang dan raut muka yang selalu dihiasi senyum cantiknya, ia menaiki podium dan menuju mimbar, namun ada hal yang menarik saat ia akan memulai semuanya, adik Nay ini terdiam sesaat sambil mempertemukan kedua telapak tangannya dan berkomat kamit, sepertinya ia berdoa dahulu sebelum naik ke pentas, dan begitu selesai iapun memulai pidatonya yang sangat bagus sekali dan memukau semua yang hadir dalam acara lomba itu.
Singkat cerita, panitya-pun mulai mengumunkan hasil lomba yang berhak mendapatkan gelar juara dari hasil penilaian para juri yang sangat ketat, mulai dari juara harapan dan juara III hingga akhirnya tiba kepada juara I (utama), dan juara I ini memang berhasil diraih oleh adik Nay, si cilik nan cantik dengan senyumnya yang selalu menghiasi wajahnya yang mungil.
Tiba saatnya pembagian hadiah, yang langsung diberikan oleh ketua yayasan mulai dari juara I hingga juara harapan.
Tiba tiba tak diduga, ada pertanyaan yang diajukan oleh Bapak Pdt. Ing. Samuel, STh. ,selaku ketua yayasan kepada adik Nay ini, sambil menyerahkan piala dan tabungan beasiswa itu, beliau bertanya,”kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?”.
Adik Nay terdiam sesaat, lalu menjawab, “Bukan, Pak, bukan itu yang Nay panjatkan”.
Ia lalu melanjutkan, “Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan agar menolongku mengalahkan orang lain, Nay hanya bermohon pada Tuhan, supaya Nay tak menangis, jika Nay kalah.”
Semua hadirin terdiam mendengar ucapan adik Nay itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan yang memenuhi seluruh ruangan.
Semua yang hadir sangat terperangah dengan jawaban yang adik Nay ucapkan dengan suara yang sangat jelas sekali kami dengar.
—ooo—
Pembaca Kompasiana yang budiman, kadang anak-anak, tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua.
Adik Nay, tidaklah bermohon pada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Adik Nay, tak memohon kepada Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Adik Nay juga tak meminta Tuhan mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang, dan menyakiti yang lainnya.
Namun, adik Nay, bermohon pada Tuhan, agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. Ia berdoa, agar diberikan kemuliaan, dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga dan ikhlas.
Mungkin, telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdoa pada Tuhan untuk mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdoa pada Tuhan, untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata.
Padahal, bukankah yang kita butuhkan adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya, dan panduan-Nya?, Kita, sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa, dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui?, Olive yakin, Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah. Tapi membuat kita menjadi lebih kuat, tegar, tabah, tawakal, ikhlas dan lebih mendekat kepadaNya.
Jadi, para pembaca Kompasiana yang budiman, mari kita berdoa agar kita selalu tegar dalam setiap ujian. Berdoalah agar kita selalu dalam lindungan-Nya saat menghadapi setiap ujian tersebut.
Olive kira sekian dulu tulisan ini, semoga saja ada manfaatnya buat kita semua, dan juga bermanfaat buat Olive sendiri.
Tuhan memberkati,
Salam dari Olivia Anggraeni Putri.